Minggu, 17 Februari 2013

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI OPTIMALISASI PERAN GURU SEBAGAI SUBYEK PEMBELAJAR


PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI OPTIMALISASI PERAN GURU SEBAGAI SUBYEK PEMBELAJAR
Abstrak
Mathematics is one of the material which reputed difficulty and boring for many student. Usually, the student don’t like mathematics. Therefore, this article aimed to analyze the problems with increasing motivation the students about mathematics learning. It is also to optimise the actor of teachers in learning. There are many manner to improve motivation the student to learn mathematics. One of manner are: 1) increasing the mathematics competence; 2) ready to design the mathematics learning; 3) used to models, strategies, and method of mathematics learning with appropriate; 4) be the profesional mathematics teachers; 5) the teachers can be parents, educator, fasilitator, motivator, and good consultant for their students.
Keyword: motivation, mathematics learning, mathematics competences

A.    Pendahuluan
Matematika merupakan salah satu ilmu yang begitu penting perannya dalam kehidupan manusia. Dengan peran sebagai pelayan bagi bidang keilmuan lainnya, matematika sudah memberikan banyak kemudahan bagi penerapan ilmu-ilmu tersebut, seperti pada bidang fisika, biologi, kedokteran, teknik, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sudah selayaknya siswa sebagai pembelajar perlu mempelajari matematika di dalam kelas.
Salah satu tujuan pembelajaran matematika (Depdiknas, 2006) adalah siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dengan demikian, sudah seharusnya siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi terhadap matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di dalam kelas. Siswa senang dan tertantang untuk meningkatkan kemampuan dalam matematika.
Namun demikian, keadaan nyata yang ada pada diri siswa bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan. Akibatnya motivasi siswa dalam belajar matematika semakin menurun dan cenderung semakin hilang. Oleh karena itu, perlu kiranya langkah-langkah strategis untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada pembelajaran matematika. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah optimalisasi peran guru sebagai subyek pembelajar dalam pembelajaran matematika. Lalu, bagaimanakah langkah-langkah strategis meningkatkan motivasi belajar matematika siswa melalui optimalisasi peran guru sebagai subyek pembelajar? Tulisan berikut akan mengupas optimalisai peran guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

B.     Konsep Motivasi Belajar
Menurut Muhibbin Syah (2002: 92), belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sementara motivasi adalah kondisi psikis seseorang untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, motivasi belajar adalah kondisi psikis seseorang yang mendorong untuk belajar. Motivasi belajar ini perlu dipahami oleh siswa maupun guru dalam proses pembelajaran.
Jenis motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder (Dimyati dan Mujiono, 2006: 86-89). Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar terutama berasal dari segi biologis ataupun jasmani seseorang. Sedangkan motivasi sekunder adalah motivasi yang muncul karena seseorang telah mempelajari atau memahami sesuatu terlebih dahulu.
Adapun menurut sifatnya, motivasi belajar dibedakan menjadi dua macam. Motivasi belajar yang timbul dalam diri siswa disebut motivasi intrinsik, sedangkan motivasi yang muncul karena dorongan perilaku seseorang yang ada di luar diri siswa disebut motivasi ekstrinsik (2006: 90-91). Motivasi intrinsik terjadi karena siswa mempunyai dorongan dan keinginan untuk berprestasi, beraktualisasi diri, dan memahami serta menguasai ilmu yang dipelajarinya. Sementara motivasi ekstrinsik siswa diperoleh dari guru, orangtua, teman, atau masyarakat. Seseorang yang ada di luar diri siswa menginspirasi serta memberikan dorongan dan semangat pentingnya untuk belajar dengan giat sehingga cita-cita yang diharapkan dapat tercapai.
Untuk memuncul motivasi intrinsik siswa, dapat juga berasal dari motivasi ekstrinsik. Motivasi yang ada di luar diri siswa ini dapat membuat siswa sadar dan paham bahwa pelajaran yang ia pelajari begitu penting dalam kehidupannya kelak. Misalnya saja, motivasi belajar siswa terhadap matematika yang rendah dapat dibangkitkan kembali guru dengan cara model pembelajaran yang menyenangkan atau menceritakan kisah sukses tokoh yang pandai dalam bidang matematika.
  
C.    Konsep Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan suatu upaya menata lingkungan baik fisik, sosial, kultural, psikologis, dan spritual sehingga memberikan nuansa bagi tumbuh dan berkembangnya proses belajar. Dengan kata lain, pembelajaran bagi siswa bersifat eksternal (datang dari luar diri siswa) yang dirancang dan direncanakan dengan sengaja. Oleh karena itu, pembelajaran diselenggarakan dengan suatu tujuan tertentu.
Adapun matematika secara istilah berasal dari bahasa latin, manthanein atau mathema yang diartikan belajar atau hal yang dipelajari. Dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran (1993: 119). Secara lebih lengkap matematika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang bilangan-bilangan, penalaran, berpikir logis, dan algoritma yang berguna dalam pemecahan masalah sehari-hari.
Dengan demikian, pembelajaran matematika merupakan usaha sengaja mengajarkan kepada siswa tentang ilmu matematika yang dapat membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Akibatnya, siswa memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu, pembelajaran tersebut dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain (Depdiknas, 2006).
 Kemudian, hal yang paling penting dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran bermakna (meaningful learning). Maksudnya, pembelajaran matematika tidak mementingkan hafalan, tetapi lebih ditekankan pada penyajian bahan pelajaran yang mengutamakan  pemahaman konsep-konsep matematika beserta manipulasinya dan aplikasinya (1993: 139).

D.    Guru sebagai Subyek Pembelajar
Guru merupakan subyek pembelajar bagi siswa-siswanya. Begitu pentingnya peran guru sehingga guru juga berperan sebagai fasilitator, pembimbing, dan pemberi umpan balik siswa. Terkait pembelajaran matematika, tidak dipungkiri bahwa salah satu keberhasilan pembelajaran adalah peran gurunya.
Dalam pembelajaran, siswa mempunyai beragam motivasi, baik motivasi instrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Tidak salah bila peran guru sebagai pembimbing dan penasihat di sini sangat dibutuhkan. Apalagi jika siswa yang mengikuti pembelajaran mengalami penurunan motivasi belajarnya. Oleh karenanya, guru dapat menggolongkan motivasi belajar dari siswa-siswanya. Sedangkan jika siswa mengalami penurunan motivasi belajar, guru dapat memberikan motivasi ekstrinsik kepada siswanya.
Secara umum, menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 37), peran guru dalam pembelajaran di antaranya adalah sebagai berikut.
1.      Membuat desain pembelajaran secara tertulis, lengkap, dan menyeluruh.
2.      Meningkatkan kemampuan diri untuk menjadi seorang guru yang berkepribadian utuh.
3.      Bertindak sebagai guru yang mendidik.
4.      Meningkatkan profesionalitas keguruan.
5.      Melakukan pembelajaran untuk meningkatkan mutu belajar dengan menerapkan berbagai model pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa, bahan belajar, dan kondisi sekolah.
6.      Ketika berhadapan dengan siswa, guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran, pembimbing belajar, dan pemberi umpan balik.
Lebih lanjut dijelaskan (2006: 101-107), bahwa guru dapat melakukan upaya-upaya tertentu agar motivasi belajar siswa semakin meningkat, di antaranya adalah sebagai berikut.
1.      Optimalisasi penerapan prinsip belajar
Pada dasarnya siswa sudah memahami arti penting belajar dibandingkan aktivitas lainnya, semisal bermain dan menonton TV. Oleh karenanya, guru tidak perlu menjelaskan panjang lebar arti pentingnya belajar bagi kehidupan mereka. Guru dapat memberikan beberapa hal penting yang terkait dengan prinsip belajar sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi bermakna, yakni:
a.       guru menjelaskan tujuan belajar yang sedang dilakukan,
b.      guru memberikan permasalahan yang menantang kepada siswa dengan urutan peletakkan yang terstruktur dengan baik,
c.       guru mampu memusatkan segala kemampuan mental siswa dalam program tertentu, semisal membuat pembelajaran dalam pengajaran berbentuk proyek,
d.      guru memberikan tambahan bahan belajar siswa yang disesuaikan dengan perkembangan jiwanya dan tentunya bahan belajar ini disusun dari yang paling sederhana hingga yang paling menantang,
e.       guru memberikan pemahaman tentang prinsip penilaian dan manfaat nilai belajarnya bagi kehidupannya di masa depan.
2.      Optimalisasi unsur dinamis belajar dan pembelajaran
Terkadang semangat belajar yang siswa begitu kuat, akan tetapi bisa juga semangat itu kendur dan bisa hilang sama sekali. Hal ini terjadi tidak lepas karena adanya permasalahan dan hambatan yang mereka temui. Peran guru tentunya sangat penting dalam situasi seperti ini. Upaya optimalisasi yang dapat dilakukan guru antara lain adalah:
a.       memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan hambatan belajar yang mereka alami,
b.      memelihara minat, kemauan, dan semangat belajar siswa sehingga terwujud tindak belajar,
c.       memohon kepada orangtua atau wali siswa untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengaktualisasikan dirinya,
d.      memanfaatkan unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar, misalnya surat kabar dan internet,
e.       menggunakan waktu secara tertib atau manajemen waktu belajar bagi siswa,
f.       memberi penguatan rasa percaya diri jika hambatan dan masalah yang ditemui dalam belajar dapat diatasi dengan sukses.
3.      Optimalisasi pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa
Siswa tentu pernah menemui hal-hal yang mudah, sedang, dan sukar ketika mempelajari pelajarannya. Pengalaman belajar ini bagi guru sangatlah berharga, sebab guru sebagai fasilitator belajar bisa memantau tingkat kesukaran belajar bagi siswa-siswanya. Untuk itu, upaya optimalisasi yang dapat dilakukan guru adalah:
a.       memberikan tugas kepada siswa untuk membaca bahan belajar sebelumnya dan mencatat hal-hal sukar yang ditemuinya kemudian menanyakan kepada guru,
b.      mempelajari hal-hal yang sukar bagi siswa,
c.       memecahkan hal-hal yang sukar tersebut dengan mencari cara pemecahannya,
d.      mengajarkan cara memecahkan kesukaran tersebut kepada siswa dan memberikan keberanian untuk memecahkan kesukaran,
e.       mengajak siswa mengalami dan mengatasi kesukaran,
f.       memberi kesempatan kepada siswa yang mampu memecahkan masalah untuk membantu teman-temannya yang mengalami kesukaran,
g.      memberi penguatan kepada siswa yang berhasil mengatasi kesukaran belajarnya sendiri,
h.      menghargai pengalaman dan kemampuan siswa agar belajar secara mandiri.
4.      Pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar
Sementara itu, guru juga dapat meningkatkan motivasi siswa melalui pengembangan cita-cita dan aspirasi belajar. Upaya-upaya yang dapat dilakukan yakni:
a.       menciptakan suasana kelas yang menggembirakan,
b.      mengikutsertakan semua siswa untuk memelihara fasilitas belajar,
c.       mengajak serta siswa membuat perlombaan unjuk belajar,
d.      mengajak peran orangtua siswa untuk ikut melengkapi fasilitas belajar seperti buku pelajaran, alat olah raga, dan kebun percobaan,
e.       mendorong siswa untuk mencatat keinginan-keinginannya di sebuah buku, kemudian mencatat keinginan yang tercapai dan tidak tercapai serta mendiskusikannya, dan selanjutnya siswa diajak merumuskan kembali keinginan-keinginan baru yang diperkirakan mudah tercapai.

E.     Optimalisasi Peran Guru sebagai Subyek Pembelajar untuk Meningkatkan Motivasi Siswa dalam Pembelajaran Matematika
Seperti yang dijelaskan pada bagian pendahuluan, matematika bagi sebagian besar siswa adalah mata pelajaran yang menakutkan dan membosankan. Sehingga siswa enggan untuk mempelajari matematika dengan kemampuan dan kesediaan yang optimal. Motivasi siswa dalam belajar matematika turun dan cenderung hilang. Keadaan ini tentu sangat bertentangan karena ilmu matematika sangat penting bagi kehidupan. Oleh karena itu, selayaknya guru sebagai subyek pembelajar dapat berperan dengan optimal.
Upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi siswa tentu sangat beragam. Berdasarkan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dirumuskan langkah-langkah yang bisa ditempuh supaya motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika bisa meningkat. Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Menguasi kemampuan matematika dengan sebaik mungkin.
Guru merupakan seorang yang dianggap segalanya bagi siswa. Maksudnya, sebagai seorang yang menyampaikan suatu ilmu (matematika), tentu guru dianggap siswa paham segalanya tentang matematika. Kesulitan-kesulitan yang ditemui saat belajar matematika, bagi siswa dianggap mudah untuk guru. Jangan sampai dijumpai seorang guru matematika mengajarkan konsep matematika kepada siswanya dengan konsep yang salah, sebab hal ini membuat siswa meremehkan kemampuan seorang guru sehingga motivasi dan minat siswa dalam belajar matematika menurun. Oleh karenanya, penguasan kemampuan matematika bagi seorang guru yang mengajarkan matematika mutlak diperlukan. Andaikan dalam suatu pembelajaran ditemui kesulitan menjawab suatu soal matematika, guru harus bijak untuk memberikan penjelasan kepada siswanya. Barangkali guru bisa membahas soal matematika tersebut pada pertemuan selanjutnya.
2.      Mempersiapkan perencanan pembelajaran matematika dengan baik.
Suatu proses pembelajaran akan berjalan dengan baik jika sebelumnya dipersiapkan dan direncanakan dengan matang. Demikian pula dalam pembelajaran matematika, guru seharusnya mempersiapkannya dengan matang. Tujuan pembelajaran suatu konsep matematika dijelaskan kepada siswa, sehingga siswa menjadi tahu kegunaan atau tujuan saat mempelajari konsep tersebut. Misalnya saat mempelajari konsep Bentuk Pangkat, Akar, dan Logaritma dalam pelajaran matematika kelas X tingkat SMA. Tujuan pembelajaran dari pokok bahasan tersebut dijelaskan oleh guru. Tentunya tujuan tersebut disesuaikan dengan standar kompetensi (SK) atau kompetensi dasar (KD) yang akan dicapai dari pokok bahasan tersebut. Dalam standar isi (Depdiknas, 2006) disebutkan bahwa tujuan yang akan dicapai adalah siswa mampu menggunakan aturan pangkat, akar, dan logaritma. Selain itu, juga siswa mampu melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan yang melibatkan pangkat, akar, dan logaritma
           Selain langkah tersebut, guru juga perlu mempersiapkan desain pembelajaran, termasuk di dalamnya silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Tanpa adanya desain pembelajaran, dikhawatirkan kegiatan pembelajaran tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3.      Menggunakan model, strategi, dan metode pembelajaran matematika tepat.
Suatu pembelajaran akan berlangsung dengan efektif dan efisien jika menggunakan model atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan materi dan keadaan siswa. Maksudnya, saat mengajarkan konsep matematika, seorang guru bisa memilih metode dan model pembelajaran. Misalnya, materi yang dapat diterapkan dengan strategi pembelajaran kontekstual, maka guru bisa mencoba untuk melakukannya. Contohnya, pokok bahasan Aritmatika Sosial untuk SMP kelas VII. Siswa bisa diajak untuk mempratikkannya secara langsung tentang konsep aritmatika dalam jual beli.  
           Di samping itu, seorang guru saat memilih metode pembelajaran juga harus melihat kondisi siswa. Jika siswa terlihat bosan dengan metode ceramah, tentunya dalam menyampaikan suatu konsep, guru dapat menerapkan suatu metode tertentu yang lebih menarik untuk menjelaskan konsep tersebut. Selain itu, metode ceramah biasanya tidak digunakan untuk pembelajaran yang memerlukan partispasi aktif dari siswa (1993: 243). Misalnya, guru ingin menjelaskan pembuktian dalil Pythagoras untuk siswa SMP kelas VIII. Guru dapat menggunakan metode penemuan untuk membuktikannya. Pastinya dengan didukung pengunaan alat peraga.
Dengan menggunakan metode dan strategi yang tepat, siswa akan semangat dan termotivasi dalam belajar matematika. Siswa merasa pembelajaran matematika menyenangkan dan tidak membosankan.
4.      Profesionalitas seorang guru.
Guru memang dituntut untuk menjadi profesional pada bidangnya. Oleh karena itu, guru perlu terus meng-upgrade kemampuan dan kematangan kepribadiannya. Hal ini dapat diperoleh dengan mengikuti pelatihan, seminar, lokakarya, pertemuan ilmiah, dan perlombaan-perlombaan yang terkait dengan matematikan sehingga dapat mengasah kemampuan seorang guru.
Diharapkan dengan melihat performance gurunya, siswa akan termotivasi ingin seperti gurunya. Jika saja guru yang mengajar terlihat cakap dan sangat menguasai materi yang diajarkan, siswa akan merasa bangga dengan gurunya itu, yang selanjutnya akan memunculkan sikap positif siswa untuk meniru.
Membiasakan diri untuk menulis dan meneliti juga dapat meningkatkan profesionalitas seorang guru. Kegiatan ini pastinya dapat memberikan nilai tambah bagi guru. Selain itu, jika kegiatan penelitian yang dilakukan ada pada kegiatan pembelajarannya, hasilnya dapat dimanfaatkan bagi proses pembelajaran di kelas.
5.      Guru berperan sebagai orangtua, pembimbing, pendidik, fasilitator, motivator, dan konsultan yang baik bagi siswa-siswanya
Hal yang sering dilupakan oleh seorang guru adalah perannya menjadi orangtua yang selalu memberikan bimbingan kepada anak-anaknya (siswa-siswanya). Saat belajar matematika seringkali seorang siswa menemukan kesulitan dalam belajarnya. Seharusnya kesulitan-kesulitan itu dipecahkan dengan bimbingan sepenuh hati seorang guru. Seringkali seorang siswa takut untuk bertanya dan menyampaikan kesulitan belajarnya kepada guru karena guru tersebut berperan seperti atasan yang tidak perhatian terhadap bawahannya. Guru-guru tersebut membentak jika siswa yang tidak bisa bertanya. Mereka tidak membimbingnya dengan sepenuh hati seperti membimbing kepada anak sendiri. Sudah sepatutnya posisi guru yang demikian harus dihilangkan dan tidak dipergunakan lagi.
           Matematika bagi sebagian siswa adalah pelajaran yang sulit. Dengan memberikan kepercayaan diri yang tinggi bahwa siswa mampu untuk mempelajarinya dan menyelesaikan serta memecahkan permasalahan matematika yang ditemui, pastinya siswa akan lebih termotivasi untuk belajar matematika. Siswa tidak takut dan bosan dengan matematika. Bisa jadi matematika menjadi pelajaran yang paling digemari di antara pelajaran yang lainnya.
Selain hal tersebut, seorang guru juga bertindak sebagai seorang konsultan bagi siswa-siswanya. Terkadang permasalahan siswa yang dihadapi saat pembelajaran matematika tidak hanya berasal dari dalam kelas saja. Siswa bisa jadi bermasalah dengan cara belajar matematika yang baik untuknya. Jika hal ini terjadi, sudah menjadi tugas guru untuk menjadi problem solver bagi masalah belajar anak didiknya. Misalnya saja, perlu dijelaskan bahwa matematika bukanlah pelajaran yang bisa dipelajari dengan membaca dan menghafal saja. Belajar matematika perlu adanya latihan yang terus-menerus. Dengan berlatih mengerjakan soal-soal latihan bersama kelompok belajarnya barangkali bisa disampaikan kepada siswa yang mempunyai hambatan dalam belajar matematika. Kemudian, pemilihan gaya belajar yang tepat juga bisa dijadikan cara agar siswa tidak salah dalam memilih gaya belajarnya. Tentunya hal ini dapat dilakukan dengan peran guru sebagai konsultan dan motivator bagi anak didiknya.

F.     Penutup
Motivasi belajar matematika yang rendah sebenarnya dapat diatasi dengan mengoptimalkan peran guru sebagai subyek pembelajar. Guru dapat melakukan upaya tertentu guna mengoptimalkan perannya dalam meningkatkan motivasi intrinsik siswa dalam proses pembelajaran.
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh seorang guru antara lain yakni dengan meningkatkan kemampuan dalam menguasai matematika; mempersiapkan perencanan pembelajaran yang baik; menggunakan strategi, model, dan metode pembelajaran matematika yang tepat; meningkatkan profesionalitas guru; dan guru berperan sebagai orangtua, pembimbing, pendidik, fasilitator, motivator, dan konsultan yang baik bagi siswa-siswanya.

 DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2006. Permendiknas RI No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Rumini, Sri, dkk. 1993. Buku Pegangan Kuliah Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Suherman, Erman dan Udin S. Winaputra. 1993. Materi Pokok: Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.